Rabu, 23 Mei 2012

PENDEKATAN ICARE


Dalam penyusunan perangkat pembelajaran tiap pelajaran untuk belajar aktif, digunakan satu kerangka yang sangat sederhana, yaitu disebut ICARE. Sistem ICARE mancakup lima elemen kunci suatu pengalaman belajar yang baik, yang dapat diterapkan terhadap peserta didik. Oleh karena itu, sistem ICARE sangat baik untuk diterapkan dalam proses belajar di sekolah. ICARE adalah singkatan dari: Introduction, Connection, Application, Reflection, dan Extension.Penggunaan sistem ICARE sangat memberi peluang kepada peserta didik untuk memiliki kesempatan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Namun juga harus diingat bahwasanya perangkat tersebut harus memenuhi aturan sesuai dengan standar proses yang terdapat dalam Permendiknas no 41 tahun 2007. Dalam Permendiknas tersebut terdapat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Di samping itu juga memasukkan pendidikan budaya karakter bangsa dan kewirausahaan. Berikut ini dijelaskan secara rinci kerangka ICARE.

1.      I = Introduction (Pendahuluan)
Pada tahap pengalaman belajar ini guru atau fasilitator menetapkan materi pelajaran kepada peserta didik. Ini harus mencakup menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, penjelasan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan cakupan materi serta penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

2.      C = Connection (Koneksi)
Koneksi merupakan tahap pengkaitan antara pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya. Dalam banyak hal, proses belajar itu berurutan (sequential) dengan membangun suatu kompetensi di atas suatu kompetensi sebelumnya. Karena itu, semua pengalaman belajar yang baik harus dimulai dari apa yang peserta didik telah tahu dan dapat dilakukan serta dapat dibangun di atasnya. Pada tahap connection pembelajaran guru mencoba mengaitkan materi pembelajaran yang baru dengan pengalaman belajar sebelumnya. Guru dapat mencapainya dengan melakukan latihan brainstorming sederhana untuk mengenali apa yang telah diketahui peserta didik, dengan meminta peserta didik mengatakan kepada guru apa yang mereka ingat dari pembelajaran sebelumnya atau dengan mengembangkan suatu kegiatan yang dapat dilakukan peserta didik secara mandiri. Dengan mengikuti hal ini guru menghubungkan peserta didik dengan materi yang baru. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tahap ini dilakukan tidak terlalu lama menghabiskan waktu. Paling lama waktu dugunakan sekitar sepuluh menit.

Selasa, 22 Mei 2012

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK UNTUK GURU DAN ORANG TUA

Oleh:
Adi Saputra

            Sejak abad ke-20 mulai terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara-cara pembelajaran di sekolah. Dari cara pengajaran lama dimana siswa-siswa harus diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata pelajaran, berangsur-angsur beralih menuju ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang menekankan pada keaktifan siswa di dalam pembalajaran. Mula-mula situasi pembelajaran di sekolah lebih menonjolkan peranan guru dengan tujuan untuk penguasaan materi pelajaran yang direncanakan oleh guru (teacher centre). Siswa lebih bersifat pasif dan hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan oleh guru. Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan disusun oleh guru atau sekolah tanpa mengikutsertakan siswa.
            Berdasarkan studi psikologi belajar yang baru serta sosiologi pendidikan, maka masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan, dan kesiapan siswa untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. Gagasan ini awalnya dikemukakan oleh John Dewey dengan “pendidikan progresif”, yang menggambarkan adanya situasi kebalikan dari kenyataan mula di mana guru sebagai penguasa dan sekarang siswa memegang tampuk kepemimpinan. Dengan perkataan lain jika dulu guru memegang otoritas, sekarang guru menjadi “pelayan” dari siswanya (student centre).
            Berdasarkan penjelasan di atas maka seharusnya guru atau orang tua untuk dapat memahami siswa atau anaknya. Proses memahami ini bertujuan agar guru atau orang tua bisa mengarahkan siswa atau anak untuk mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan hidup yang sesuai dengan harapan yang dicita-citakan bersama. Sehingga pada akhirnya tidak terjadi rasa frustasi dari guru atau orang tua karena tidak dapat memahami siswa atau anaknya. Di samping itu juga untuk menghindari kasus “salah asuhan” terhadap anak. 

Senin, 07 Mei 2012

Minggu, 06 Mei 2012

PEMBELAJARAN AKTIF

PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE LEARNING)
Oleh:
Adi Saputra, M.Pd

Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari ” instructionyang banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pendidikan di Amerika Serikat banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistic, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, internet, televise, gambar, video, dan sebagainya. Kedua hal ini mendorong terjadinya perubahan peran guru dalam mengelola proses belajar mengajar dari peran guru sebagai sumber belajar menjadi fasilitator dan katalisator dalam belajar mengajar. Kemudian Gagne menjelaskan bahwa mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dengan konsekuensi peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengarasemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Aktif diartikan peserta didik maupun guru berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. Guru harus menciptakan suasana yang mendukung sehingga peserta didik aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan mendemonstrasikan gagasan atau idenya tanpa takut untuk berbuat salah. Guru akan memantau kegiatan pembelajaran dengan memberikan umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang atau pertanyaan tingkat tinggi dan mempertanyakan gagasan peserta didik. Dengan memberikan kesempatan peserta didik aktif akan mendorong kreativitas peserta didik dalam belajar maupun memecahkan masalah.
            Berdasarkan pengertian di atas sebenarnya tugas guru sewaktu pembelajaran tidaklah begitu susah. Namun sekarang masih banyak guru mengambil haknya peserta didik, misalnya untuk menjawab pertanyaan, mencari bahan, atau pun membuat kesimpulan yang dilakukan sendiri oleh guru. Jadi memang diharapkan guru lebih dominan di dalam mempersiapkan perangkat agar bisa mengaktifkan peserta didik di dalam pembelajaran. Peserta didik bisa diibaratkan seperti lilin yang sudah punya potensi untuk dibakar, guru hanya tinggal menyulutnya agar terbakar. Bukan tugas guru untuk membuat lilin sampai dia bisa terbakar.
            Di samping itu juga guru diharapkan harus memahami karakteristik peserta didik baik dalam hal gaya belajar, gaya berpikir, maupun jenis kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik. Gaya belajar peserta didik dapat digolongkan visual, auditorial, dan kinestetik. Gaya berpikir dapat dikelompokkan gaya berpikir otak kiri, otak kanan, atau kombinasi. Sedangkan jenis kecerdasan dapat berupa linguistik, logika-matematik, visual spasial, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
            Pembelajaran aktif ini didukung juga dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan belajar tersebut bermakna bila peserta didik sendirilah yang menyusunnya menjadi suatu yang bermakna baginya. Hal ini juga sesuai dengan kerucut pengalaman dan pepatah cina seperti pada gambar di bawah ini.
 
Jadi berdasarkan paparan di atas, marilah kita para guru merubah cara mengajar kita dari teacher centre (berpusat pada guru) ke student centre (berpusat kepada siswa).
Agar lebih mudah memahami pembelajaran aktif, maka dapat mendownload Buku Belajar Aktif SMA